Politik

Fufufafa Isu Pemakzulan Wapres Gibran Itu Cuma Angin Lalu

Belakangan ini, wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tiba-tiba muncul ke permukaan. Salah satu "amunisi" yang digadang-gadang jadi jalan masuk pemakzulan adalah isu lama soal akun media sosial "fufufafa." Nah, kalau kita bedah lebih dalam, sebenarnya wacana ini ibarat ghosting aja, muncul lalu hilang tanpa jejak. Kenapa begitu? Yuk, kita bongkar santai!

"Fufufafa": Nggak Cukup Buat Gulingkan Wapres, Bos!

Isu "fufufafa" ini kan seputar dugaan perilaku Gibran di media sosial yang dianggap "tidak pantas" atau "tercela." Mungkin kita mikir, "Wah, kalau gitu bisa dong jadi dasar pemakzulan?" Eits, tunggu dulu. Konstitusi kita, UUD 1945, itu saklek banget soal syarat pemakzulan. Nggak bisa cuma karena posting-an nyeleneh atau gaya bahasa yang kurang disuka.

Pasal 7B UUD 1945 menyebutkan kalau Presiden dan/atau Wakil Presiden bisa dimakzulkan kalau:

  • Terbukti melakukan pelanggaran hukum berat (kayak pengkhianatan negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya).
  • Atau terbukti melakukan perbuatan tercela. Nah, ini dia poin yang sering jadi celah. Tapi, tunggu dulu, "perbuatan tercela" di sini standar dan bobotnya setara dengan tindak pidana berat di atas. Jadi, bukan cuma sekadar nge-tweet yang bikin netizen gerah.

Meskipun perilaku di media sosial bisa dianggap tidak etis atau bahkan melanggar UU ITE, untuk bisa jadi dasar pemakzulan, levelnya harus luar biasa berat. Harus sampai membahayakan negara, mengancam integritas jabatan, atau terbukti sebagai tindak pidana serius yang punya kekuatan hukum tetap. Perilaku "fufufafa," sejauh ini, belum ada bukti yang menunjukkan level tersebut.


Peran Presiden Prabowo: Stabilitas di Atas Segalanya

Di sini, peran Presiden Prabowo Subianto juga patut jadi sorotan. Ingat, dulu akun "fufufafa" ini (jika memang terbukti milik Gibran) sempat santer dikaitkan dengan kritik atau bahkan serangan terhadap Prabowo sendiri di masa lalu, khususnya saat Prabowo menjadi rival politik.

Namun, yang menarik, setelah Pilpres 2024 dan terbentuknya pasangan Prabowo-Gibran, isu "fufufafa" ini tidak pernah dipermasalahkan lagi oleh Prabowo. Seolah-olah, masa lalu adalah masa lalu. Prabowo, yang kini menjabat sebagai Presiden, tentu punya prioritas utama: menjaga stabilitas politik dan pemerintahan.

Memicu atau mendukung isu pemakzulan Wapres adalah tindakan yang sangat riskan. Ini bisa menimbulkan gejolak politik, mengganggu fokus pembangunan, dan mengikis kepercayaan investor. Sebagai kepala negara, Prabowo sangat berkepentingan untuk memastikan pemerintahan berjalan mulus, tanpa hambatan berarti dari isu-isu internal yang bisa mengganggu stabilitas. Jadi, wajar jika ia tidak akan memberikan celah atau dukungan terhadap upaya pemakzulan yang tidak memiliki dasar kuat, apalagi dari "luka lama" yang sudah disembuhkan dalam kerangka koalisi.


Jalur Neraka Pemakzulan: Ribetnya Bukan Main!

Bayangkan, proses pemakzulan itu kayak mendaki gunung Everest pakai sandal jepit. Super ribet dan butuh energi ekstra. Ada tiga lembaga negara yang harus dilalui: DPR, Mahkamah Konstitusi (MK), dan MPR.

1. Di DPR (DPR RI): Nggak Cukup Asal Ngomong!

  • Syarat: Usul pemakzulan harus disetujui minimal 2/3 dari anggota DPR yang hadir, dan yang hadir minimal 2/3 dari total anggota. Jadi, kalau misalnya semua anggota hadir (580 orang), butuh sekitar 387 suara setuju!
  • Komposisi DPR dan Peluang 2/3: DPR kita punya 580 anggota.
    • Koalisi Pemerintahan (Prabowo-Gibran): Saat ini, koalisi pendukung Prabowo-Gibran sudah sangat gemuk dan dominan di DPR. Partai-partai seperti Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PSI, dan partai-partai lain yang sudah merapat, menguasai mayoritas kursi yang sangat besar. Angka ini sudah mendekati bahkan melebihi 70% kursi DPR.
    • Peluang Mencapai Syarat 2/3: Dengan komposisi DPR yang didominasi oleh koalisi pendukung pemerintah, mencapai syarat 2/3 suara untuk pemakzulan justru sangat, sangat sulit. Kenapa? Karena partai-partai koalisi tentu tidak akan mau menjatuhkan wakil presiden mereka sendiri. Mereka justru punya kepentingan untuk menjaga stabilitas pemerintahan.
  • Pembuktian: DPR di sini memang tidak mengadili, tapi harus ada bukti awal yang kuat dan meyakinkan anggota DPR lain bahwa dugaan "perbuatan tercela" itu serius dan ada dasarnya. Tanpa itu, usulnya bakal karam di tengah jalan.
  • Waktu: Tahap ini aja bisa makan waktu berminggu-minggu hingga beberapa bulan.

2. Di MK (Mahkamah Konstitusi): Ujian Terberat!

  • Syarat: Kalau DPR setuju, berkasnya langsung ke MK. Di sini, MK akan bertindak seperti pengadilan. Mereka akan memeriksa, mengadili, dan memutus apakah tuduhan DPR itu terbukti secara sah dan meyakinkan.
  • Pembuktian "Fufufafa": PR Segede Gaban!
    • Buktikan Akun Milik Gibran: Ini PR pertama dan paling besar. Harus ada bukti forensik digital yang super kuat dan tak terbantahkan kalau akun "fufufafa" itu memang dioperasikan oleh Gibran secara pribadi. Nggak cukup cuma dugaan atau asumsi netizen.
    • Buktikan Ada Tindak Pidana Berat: Kalaupun akunnya terbukti milik Gibran, kontennya juga harus terbukti merupakan tindak pidana berat yang setara dengan pengkhianatan negara atau korupsi. Misalnya, terbukti ada putusan pengadilan pidana yang inkrah bahwa konten itu masuk kategori pencemaran nama baik berat yang menyebabkan dampak masif, atau penyebaran berita bohong yang sangat meresahkan negara. Kalau cuma nge-tweet yang dianggap 'kurang ajar' atau 'tidak sopan', itu jauh dari standar pemakzulan.
    • Pentingnya Putusan Pengadilan: MK memang tidak wajib menunggu putusan pengadilan pidana. Tapi, kalau sudah ada putusan pengadilan pidana yang menyatakan Gibran bersalah atas tindak pidana berat terkait akun itu, itu bakal jadi bukti pamungkas. Tanpa itu, DPR harus berjuang keras di MK dengan bukti-bukti yang sangat presisi dan valid secara hukum.
  • Waktu: Tahap di MK ini yang paling lama, bisa makan waktu 6 bulan sampai 1 tahun lebih! Karena harus ada persidangan yang adil, memanggil saksi, ahli, dan memeriksa semua bukti.

3. Di MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat): Final, Tapi Nggak Gampang!

  • Syarat: Ini tahap terakhir, dan hanya bisa terjadi kalau MK sudah menyatakan tuduhan DPR itu terbukti. Tapi, lagi-lagi, keputusan pemberhentian di MPR juga butuh persetujuan minimal 2/3 dari anggota MPR yang hadir, dan yang hadir minimal 3/4 dari total anggota.
  • Komposisi MPR dan Peluang 2/3: MPR itu gabungan anggota DPR (580 orang) dan anggota DPD (136 orang). Jadi total 716 anggota. Untuk memberhentikan Wapres, butuh persetujuan 2/3 dari yang hadir, dan yang hadir minimal 3/4 dari total anggota. Kalau semua hadir, butuh sekitar 477 suara setuju!
    • Peluang Mencapai Syarat 2/3: Sama seperti di DPR, dengan dominasi koalisi pendukung pemerintah di DPR (yang juga merupakan mayoritas di MPR), serta anggota DPD yang cenderung non-partisan namun lebih mempertimbangkan stabilitas, mencapai angka 2/3 ini hampir mustahil tanpa pelanggaran yang sangat-sangat fundamental dan terang benderang yang disepakati semua pihak.
  • Waktu: Tahap ini mungkin lebih singkat dari MK, beberapa minggu, tapi tetap saja butuh konsolidasi politik yang luar biasa.

Jadi, Berapa Persen Kemungkinannya Berhasil?

Kalau kita hitung-hitungan santai, probabilitasnya mendekati nol persen. Ini bukan soal suka atau tidak suka dengan Gibran, tapi soal standar hukum dan prosedur konstitusional yang sangat ketat. Isu "fufufafa" tidak memenuhi syarat "pelanggaran hukum berat" atau "perbuatan tercela" dengan bobot konstitusional yang diperlukan untuk pemakzulan. Apalagi membuktikan kepemilikan dan unsur pidana beratnya di mata hukum.

Wapres Gibran sendiri kan menjabat sampai Oktober 2029. Kalau pun proses ini dipaksakan, waktu yang dibutuhkan bisa mencapai 2 tahun lebih. Secara politik, ini juga tidak realistis dan akan sangat mengganggu stabilitas negara. Makanya, isu pemakzulan dengan dasar "fufufafa" ini lebih mirip gimmick politik daripada niat serius.

Deddy K.


Monthly Top